Kearifan Budaya Yang Dapat Dipelajari Dari Suku Dayak Meratus
Ketika mengunjungi Geopark Pegunungan Meratus, pengunjung akan bertemu dengan orang-orang dari Suku Dayak Meratus yang masih tinggal di sekitar Pegunungan Meratus. Sebagai orang asli yang mendiami wilayah Geopark Pegunungan Meratus ada kearifan lokal yang masih mereka percayai hingga sekarang. Pengunjung dapat mengamati dan mempelajari bagaimana masyarakat Dayak Meratus hidup dalam kesehariannya.
Sekilas tentang suku Dayak
Suku Dayak Meratus adalah sub suku Dayak yang tinggal di sepanjang area Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Orang Banjar Hulu sendiri menamakan mereka sebagai Urang Bukit dan orang Banjar Kuala menyebut mereka Urang Biaju. Tetapi orang Dayak Meratus lebih senang menyebut diri mereka Suku Dayak Meratus daripada disebut sebagai Suku Dayak Bukit.
Kearifan budaya lokal Suku Dayak Meratus
Suku Dayak Meratus memiliki cara tersendiri dalam menjaga alam terutama dalam hal pengelolaan lahan, tanah dan hutan. Mereka membuat kesepakatan bersama tentang bentuk-bentuk pengelolaan lahan, tanah dan hutan yang ada di sekitar mereka. Untuk pengolahan lahan ini mereka memiliki wilayah yang disebut dengan Katuan Larangan (hutan larangan). Di wilayah katuan larangan ini segala macam kegiatan seperti bertani dan berladang dilarang untuk dilakukan. Mengapa?
Masyarakat percaya di katuan larangan tersebut terdapat tempat bersemayam arwah para leluhur. Mereka juga dilarang untuk menebang pohon-pohon di sana dan pemanfaatan hutan yang boleh dilakukan hanya sebatas pemanfaatan non-kayu. Hal ini dimaksudkan agar wilayah tersebut terlindungi habitatnya dan menjadi penyedia sumber air.
Selain Katuan Larangan, mereka juga memiliki Katuan Karamat (hutan keramat) di Balai masing-masing. Karena area ini dikhususkan untuk pemakaman maka tidak boleh ada kegiatan lain selain untuk pemakaman.
Karena masyarakat Dayak Meratus juga mengandalkan berkebu sebagai mata pencaharian, maka mereka juga memiliki wilayah yang disebut bakabun gatah (berkebun getah). Di tempat ini ditanami pohon gatah atau pohon karet yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Selain bakabun gatah, mereka juga memiliki pahumaan. Pahumaan ditanami dengan tanaman jangka pendek seperti padi dan palawija yang dimaksudkan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar.
Semua ini telah diatur dalam kesepakatan adat sehingga jika dilanggar mereka percaya akan terjadi bencana, kesialan dan karma yang besar.
Bagi masyarakat Suku Dayak Meratus hutan memegang peran penting dalam keseharian mereka. Hutan adalah landasan ideologi, sosial sekaligus penopang hidup serta ekonomi mereka. Mereka percaya akan ada bencana besar jika mereka merusak hutan. Dari sini bisa dipelajari bagaimana masyarakat Suku Dayak Meratus hidup begitu harmonis dan menyatu dengan alam.